Seminar Penanganan Bullying pada Anak Usia Dini



Banyak kasus bullying (kekerasan) pada anak usia dini akibat mereka tidak siap menghadapi ancaman bullying atau keterampilan menghindarkan diri dari ancaman bullying, diantaranya pelecehan/kekerasan seksual. Untuk mengurai permasalahan tersebut, PG-PAUD Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Narotama (UNNAR) mengadakan seminar “Penanganan Bullying pada Anak Usia Dini”.

Seminar dengan narasumber Soeprihatin, S.Pd (IGTKI-PGRI Provinsi Jawa Timur) dan Andini Dwi Arumsari, M.Psi, Psikolog (Kaprodi PG-PAUD UNNAR) ini diikuti oleh 300 `bunda` PAUD se Surabaya. Seminar dibuka oleh Warek I UNNAR Dr. Arasy Alimudin, SE, MM bertempat di Conference Hall, Rabu (26/8). 

Soeprihatin mengenalkan Program “Aku dan Kamu” yaitu pendidikan kecakapan hidup sosial bagi anak usia 4-6 tahun. Program ini untuk meningkatkan kewaspadaan, pengetahuan, keterampilan pada pelaksana/calon pelaksana tentang pendidikan keterampilan hidup yang berfokus pada pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk anak usia dini (4-6 tahun).
Mengapa Program “Aku dan Kamu” penting untuk anak? Anak mau tidak mau, suka tidak suka akan belajar mengenai seks. Seks ada dimana-mana: TV, surat kabar, stensilan, internet, majalah, film porno, lingkungan sekitar, dan lainya. Keingintahuan anak tinggi – anak semakin kritis, peran `bunda` PAUD dan orang tua sangat penting bagaimana menyikapi dan menjawab pertanyaan anak. Saat ini kasus-kasus seperti pedhofilia, sodomi, pelecehan sampai pemerkosaan anak sering terjadi. Maka dari itu, pengenalan organ reproduksi (seks) bagi anak usia dini penting agar anak dapat menghadapi dan menghindari bullying, khususnya pelecehan/kekerasan seksual. 

Menurut Soeprihatin, anak perlu mengetahui nama organ reproduksi mereka sebagai anak laki-laki atau perempuan. Jika anak laki-laki organ reproduksi adalah penis, sedang anak perempuan yaitu vagina. Jangan menggunakan kata atau istilah yang samar dan rancu seperti burung (manuk) atau titit. Anak usia dini juga harus diberitahu bahwa organ tersebut tidak boleh dipegang atau disentuh oleh orang lain. Tiga organ yang tidka boleh dipegang orang lain adalah payudara, pantat, dan vagina (perempuan) atau penis (laki-laki).  “Katakan pada anak-anak bahwa orang yang boleh memegang atau menyetuh tiga bagian tubuh itu hanya ibu, ayah, dan dokter,” tegas Soeprihatin.


Sementara bagaimana mengenali perilaku bullying pada anak usia dini dan penaganannya, hal ini dibahas oleh Andini Dwi Arumsari. Tanda seorang anak akan menjadi pelaku bullying, anak-anak awalnya berperilaku kasar, misalnya memukul orang lain, terutama yang lebih lemah dari mereka. Bullying adalah perilaku sosial yang sering melibatkan kelompok, terjadi berulang kali, terjadi karena tidak adanya kekuatan yang seimbang. Bullying bisa dilakukan secara langsung: perilaku verbal seperti mengejek, berteriak, dan lain-lain, ada juga perilaku non verbal seperti memukul, menendang, dan lainnya. Bullying yang dilakukan secara tidak langsung lebih sulit untuk diobservasi, seperti menyebarkan gosip, mengucilkan seseorang dari kelompok mereka, dan sebagainya. 

Andini Dwi Arumsari menekankan, guru di sekolah memegang peran penting untuk memberikan kesadaran tentang bullying. Asumsi dasar bahwa menghukum siswa yang melakukan bullying pada temannya akan membuat permasalahan menjadi tidak lebih baik bagi korban. Metode Support Group (MSG) dilakukan dengan melibatkan dukungan kelompok dari pelaku dan atau saksi, dan dengan tidak menyalahkan perilaku bullying. MSG pertama Tidak Menghukum (memberi hukuman biasanya mempunyai efek), kedua Meningkatkan Empati (dengan melibatkan kelompok teman sebayanya akan memunculkan perasaan empati para siswa), dan ketiga Tidak Memberi Label pada Anak (memanggil dengan nama anak yang “negatif” akan berdampak pada self-image mereka).
Penanganan yang biasanya dilakukan guru untuk menangani bullying adalah dengan memanggil korban dan pelaku, memberi nasihat, dan guru juga akan memanggil orang tua siswa. Dengan melibatkan kelompok teman sebayanya akan memungkinkan untuk memunculkan perasaan empati para siswa. Hal tersebut akan memberikan efek pada pelaku, yang mungkin juga mempunyai perasaan empati dan ingin berubah. Tetapi jika pelaku menolak untuk berempati terhadap korban, maka ia tidak mempunyai lagi kelompok yang akan melakukan bullying bersama dengannya.[ger]

Foto: Seminar “Penanganan Bullying pada Anak Usia Dini” dengan narasumber Soeprihatin, S.Pd dan Andini Dwi Arumsari, M.Psi, Psikolog diikuti 300 `bunda` PAUD se Surabaya bertempat di Conference Hall, Rabu (26/8).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.