OPINI : Perlukah Mengintegrasikan AI (Artificial Intelligence) dalam Pendidikan Anak Usia Dini?
Kontributor : Fitri Rofiyarti (Dosen PG PAUD Universitas Narotama Surabaya)
Betapa beruntungnya kita bisa menjadi generasi yang menikmati kehebatan era mesin pencari Google, bahkan sekarang mulai dimanjakan oleh kecerdasan buatan atau yang kita kenal sebagai AI (artificial intelligence). Sebagai contoh popular adalah ChatGPT, dengan mengetik pertanyaan atau bahkan memberikan perintah spesifik, jawaban yang terlihat ‘sempurna’ muncul dalam hitungan detik seperti magic. Itu hanya satu contoh sederhana, pada faktanya kecerdasan buatan ini sudah banyak diterapkan pada berbagai aspek kehidupan kita, termasuk pendidikan. Lalu, bagaimana harus menyikapi kehadirannya terutama dalam pendidikan anak-anak usia dini kita?
Potensi Besar AI dalam Pendidikan
Anak Usia Dini
Dalam
dunia pendidikan, digitalisasi bukanlah hal yang baru. Meskipun demikian,
keberadaan AI menjanjikan sebuah revolusi yang lebih jauh. Menengok negara
tetangga, Singapura, dalam strategi nasional AI mereka menyebutkan implementasi AI dalam pendidikan adalah melalui Personalised
Education through Adaptive Learning and Assesment. Dengan kata lain, penggunaan
aplikasi pembelajaran yang bersifat adaptif dan cerdas sehingga dapat
mempersonalisasi pengalaman belajar bagi anak-anak, sesuai dengan kondisi
mereka masing-masing.
Bayangkan, jika di dalam kelas setiap anak dapat belajar
sesuai dengan kecepatan dan gaya mereka masing-masing, dengan pelajaran yang
dirancang khusus untuk kebutuhan mereka, pengalaman belajar akan jauh lebih
bermakna. Sejalan dengan Singapura, Finlandia sebagai negara yang memiliki
reputasi sangat baik pada pendidikan anak usia dini juga
mengintegrasikan AI melalui permainan
berbasis augmented reality (AR) maupun cerita interaktif yang melibatkan
teknologi AI untuk menghidupkan karakter-karakter cerita, sehingga anak-anak
lebih tertarik belajar. AI dapat
memberikan rekomendasi kegiatan yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak
sehingga dapat memastikan pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan.
Ada
beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian kita ketika mengintegrasikan
AI dalam pembelajaran anak usia dini, sesuai pedoman yang dikeluarkan UNICEF
pada tahun 2021. Di antaranya, AI harus mendukung perkembangan dan
kesejahteraan anak, bersifat inklusif, memprioritaskan
keadilan dan non-diskriminasi pada anak, melindungi data dan privasi anak serta
memastikan keamanan anak, mempersiapkan anak untuk masa sekarang dan masa depan
perkembangan AI, serta menciptakan lingkungan yang mendukung. Dengan kata lain, penggunaan AI tetap berprinsip child-centered
atau berpusat pada anak tanpa mengabaikan aspek manusiawi dari pendidikan.
Satu
hal lain yang perlu ditekankan, AI bukanlah pengganti guru, melainkan alat
untuk meningkatkan kemampuan guru. Mengintegrasikan AI dalam pendidikan anak
usia dini juga dapat berupa pemanfaatan AI untuk hal-hal atau tugas guru yang
bersifat administrastif. Nantinya, guru dapat lebih fokus pada pengajaran dan
pendampingan anak-anak.
Tantangan AI Indonesia
Mengisolasi
anak-anak dengan dalih untuk melindungi dari dampak negatif teknologi memang
bukan mustahil untuk dilakukan, tapi dengan massifnya teknologi pada berbagai
bidang akan sangat sulit untuk dilakukan. Seperti petuah, “Didiklah anak sesuai
dengan zamannya,” orang tua dan pendidik sekarang mau tidak mau harus melakukan
upgrade diri, terutama dalam penguasaan teknologi di era kecerdasan
buatan. Kesenjangan literasi digital orang tua maupun guru masih menjadi
tantangan dalam penggunaan AI dalam pendidikan anak usia dini, termasuk
ketimpangan ekonomi. Selain itu, pada kenyataannya di wilayah Indonesia yang
sangat luas, kesenjangan digital masih terjadi seperti keterbatasan akses
terhadap teknologi.
Perlunya
kerjasama oleh semua pemangku kepentingan, mulai dari pendidik, pembuat kebijakan,
pengembang teknologi dalam mengintegrasikan AI ke dalam pendidikan anak usia
dini secara bertanggung jawab.
Teknologi
AI memiliki potensi besar untuk merevolusi pendidikan anak usia dini, namun
perlu diterapkan dengan bijaksana. PR
besar kita selanjutnya, "Bisakah kita memanfaatkan AI untuk membentuk
generasi pembelajar yang inovatif dan adaptif, sambil tetap menjunjung
nilai-nilai pendidikan anak usia dini?" (fr)
Leave a Comment